"To Give " or " To Get" ? Inspiring Story (Nasehat Melalui Kisah)

Filed under: by: ummu faiq

Seorang pebisnis muda datang mengadukan masalahnya kepada Seorang Ustadz ( yang juga seorang spiritual business consultant ).

“Pak Ustadz, saya memiliki adik yang sangat durhaka. Ketika kuliah saya yang membiayai. Ketika dia menikah saya yang menikahkan dan menanggung semua biayanya. Sekarang berbekal satu kwitansi atas namanya, dia akan menggugat saya ke pengadilan. Dalam gugatannya ia mengatakan rumah yang saya tempati adalah milik adik saya.” Pebisnis muda itu diam diam sejenak sambil menarik napas panjang.

Kemudian dia meneruskan ceritanya “Padahal rumah itu saya beli dengan tetesan keringat saya. Saya nggak habis pikir, mengapa dia tega melakukan ini. Saya minta petunjuk dari Bapak bagaimana menundukkan adik saya. Saya ingin agar adik saya sadar dan tidak usah membawa permasalahan itu ke pengadilan. Saya malu dengan banyak orang.”

Sang Ustadz bertanya; “dari mana uang yang kamu gunakan untuk membangun rumahmu?”

Orang itu menjawab; “dari hasil jerih payah usaha saya. Saya pernah punya usaha pom bensin tapi sekarang sudah bangkrut.”

Terus darimana modal usaha pom bensinmu? desak sang Ustadz.

Dia terdiam. Setelah menarik nafas panjang, dia berkata ; “modal usaha pom bensin saya peroleh dari hasil penjulan tanah milik ibu saya. Saya jual tanah itu tanpa izin ibu saya. Ibu saya kecewa, tak lama setelah kejadian itu ibu saya dipanggil Yang Maha Kuasa.”

“Itulah sebab musabab problem anda. Memulai usaha dengan uang yang tidak bersih bahkan dengan cara menyakiti ibu kandung anda. Ironisnya, anda belum sempat meminta maaf kepada ibu anda dan dia sudah meninggal dunia.” Jawab Sang Ustadz.

“Terus bagaimana saya selanjutnya?” kata orang itu. Ustadz energik itu menjawab: “Ikhlaskan rumah itu buat adik anda. Kehidupan anda tidak akan berkah dengan rumah yang merupakan buah dari menyakiti ibu anda”

Butiran jernih mengalir di pipi orang itu. Dengan nada tersengal dia berkata; “lalu dimana keluarga saya harus berteduh?

Sang Ustadzn menjawab ; “Allah swt, Tuhan Penguasa Alam Maha Kaya, pasti ada jalan yang akan Dia berikan.”

Sesampainya di rumah sang kakak memanggil adiknya, “Adikku daripada kita bertengkar di pengadilan dan hubungan persaudaraan kita rusak hanya karena rumah ini, aku serahkan rumah ini untukmu. Aku ikhlas. Rumah ini sebenarnya milik ibu, bukan milik saya. Mulai hari ini, rumah ibu ini aku serahkan sepenuhnya untukmu.”

Sang adik berdiri dan kemudian memeluk sang kakak sambil berkata ; “kakakku, rumah ini adalah rumahmu maka ambilah. Saya tidak akan meneruskan ke pengadilan. Tinggalah dengan damai di rumah ini bersama istri dan anak-anak kakak. Saya bangga menjadi adikmu. Saya tak ingin kehilangan engkau kakakku…” Keduanya berpelukan dengan linangan air mata di masing-masing pipinya.

Sumber :Jamil Azzaini, Republika tahun 2005 ( dengan sedikit edit agar mudah dipahami )

oOo

Kisah nyata di atas memberi pelajaran kepada kita bahwa ketika kita berpikir apa yang akan saya dapatkan (to get) maka yang kita peroleh adalah kegelisahan dan permusuhan. Sebaliknya ketika kita berpikir apa yang bisa saya berikan (to give) maka yang kita peroleh kedamaian, rasa hormat, rasa cinta dan persaudaraan.

oOo

"Barangsiapa yang memudahkan orang yang kesulitan maka Allah
akan memudahkannya di dunia dan akhirat". (HR. Muslim)

"Neraka itu haram menyentuh setiap orang yang lunak, lembut, mudah
(dalam bermuamalah) dan dekat (dengan manusia)". (HR. Imam Ahmad)

My Partner Is My Family

Filed under: by: ummu faiq

Suasana yang baru, membuat orang berfikir kita bukan siapa-siapa. Tapi memang benar kita adalah bukan siapa-siapa, karena awalnya kita adalah bukan siapa-siapa, hingga kinipun kita bukan siapa-siapa. Hingga kelak kitapun bukan siapa-siapa kecuali Alloh menimbang amalan baik juga amalan buruk kita, barulah kita tahu, diri kita ini adalah “baru siapa-siapa”.

Masuk pada lingkungan baru memang butuh tekad dan keberanian, tekad untuk menjadi terbaik dari sudut pandang Alloh dan Rosull-Nya, juga keberanian untuk menunjukkan mana yang baik dan mana yang kurang baik. Menjadi biasa-biasa saja adalah memberikan tenaga yang biasa, fikiran yang biasa, fokus yang biasa, juga ide yang biasa. Namun menjadi luar biasa adalah sebuah optimalisasi iman, optimalisasi amal, juga optimalisasi potensi, itu adalah hal yang luar biasa.

Memiliki teman kerja bak keluarga dari suami kita (atau istri kita), perlu waktu untuk dekat walaupun sebenarnya secara otomatis kita telah terikat status kekeluargaan. Perlu telinga untuk mendengar lebih banyak informasi, perlu mata untuk membaca gerak fikir, juga perlu rasa untuk menimbang baik dan buruk. Karena rasa adalah cermin hati, negatif thingking membangun hubungan yang selalu penuh curiga dan dengki, sedangkan positif thingking akan membangun suasana kerja yang kondusif, saling memotivasi, saling mendukung, saling memberikan ide, saling meringankan beban, dan saling mencintai. Mencintai, karena satu adalah bagian dari kerja yang lain, beban satu adalah beban dari yang lain, hina satu adalah hina yang lain, kehormatan satu adalah kehormatan yang lain, juga harga diri satu adalah harga diri yang lain.

Sikap menghargai dan memanusiakan, akan membangun team work yang solid, bukan sulit. Sulit berkembang, sulit bekerjasama, sulit untuk mengeksplorasi potensi, hingga sikap meremehkan akan melahirkan sikap yang memandulkan potensi.
Kritik dan memuji. Karena kritik orang mampu mengevaluasi dirinya sindiri, karena kritik layaknya cermin yang akan memberitahukan padanya, bahwa wajahnya sedang kotor penuh bintik-bintik atau penuh goresan-goresan yang membuat tidak indah. Pujian adalah salah satu bentuk menghargai teman kerja, hingga bentuk memanusiakannya. Pujian tidak perlu berlebih karena akan membuat orang takabur, cukuplah berkata dengan baik, menghargai jerih payah, waktu libur yang terbuang, dan keringat yang menetes.

Atasan dan bawahan, pemimpin sangat senang jika dirinya diberi saran bahkan kritikan, karena itu mampu membangun potensi dalam dirinya. Layaknya Sayiddina Umar Bin Khatab, yang menerima kritikan dari seorang wanita miskin untuk membentenginya dari perilaku korup dalam pemerintahannya. Umar juga tak segan-segan menegur bawahannya untuk selalu memiliki kinerja yang terbaik, seperti ketika Umar Bin khatab membawakan pedang pada salah satu gubernurnya, untuk mengingatkan untuk sentiasa berpegang teguh dalam kebenaran.

Pemimpin dan bawahan bagaikan dua sisi mata uang, berbeda tapi masih dalam satu ikatan kelembagaan. Kadang ketika dilempar yang satu di bawah yang lain di atas, begitupun sebaliknya, mereka adalah sebuah ikatan dalam visi dan misi yang sama. Berjalan pada jalur rel yang sama, tak mungkin akan menentukan rel sendiri-sendiri


Teman, perjalanan tim kita masih panjang, membutuhkan keikhlasan kita untuk saling mengingatkan, saling memotivasi, dan saling meringankan beban. Tegurlah dengan baik, maka tujuan kita adalah perbaikan, bukalah hati untuk menerima kritik karena menghujat bukan budaya kita.

Teman, lambat laun sayang akan tumbuh antara kita semua, maka pada saat yang kita nantikan itu, kebahagiaan dan kebanggan dari sebuah tim akan terasa dalan setiap sudut-sudut hati kita.

Mencintailah karena Alloh, maka engkau akan merasakan
manisnya ukhuwah yang lahir dari ke-ikhlasan hakiki.